Meneruskan tulisan terdahulu, kita coba tengok perspektif psikologi konseling berdasarkan pemaknaan yang terus berkembang. Tulisan ringkas ini mencoba mengkaji makna psikologi konseling dari perspektif historis (sejarah), dengan harapan dapat menambah wawasan dan bahan renungan dalam rangka memahami landasan filosofis dari konseling, terutama dilihat dari perspektif sejarah dan fungsinya, sehingga dapat meluaskan pandangan dan cakrawala keilmuan maupun praktek dalam konseling. Seperti kita ketahui bahwa mula-mula pemaknaan konseling adalah sebagai memandu (membimbing), kemudian menyembuhkan, memfasilitasi, memodifikasi, merestrukturisasi, mengembangkan, mempengaruhi, mengkomunikasikan, dan mengorganisasikan
Memandu (Guiding), Memandu bukanlah paksaan, dengan mengabaikan perasaan atau terlalu mengendalikan pandangan-padangan individu. Tetapi lebih kepada merefleksikan secara pasif pandangan-pandangan individu. Dalam perspektif pendidikan, memandu berarti menyelesaikan suatu masalah yang ada dalam diri seseorang atau secara potensial ada dalam diri seseorang, melalui sumber-sumber eksternal. Dengan demikian memandu bukan menghalangi kebutuhan pengajaran atau informasi, tetapi sumber-sumber eksternal tersebut merupakan bagian dari suatu pertukaran pandangan antara konselor dengan klien menuju kepada pemahaman bersama, resolusi masalah, dan mengejar keunggulan. Dalam sejarah manusia, beberapa orang telah memahami pentingnya kerja sama yang sering direalisasikan dengan mencari petunjuk dan nasehat dari orang lain. Sampai akhir abad 19, nasehat tersebut diberikan dalam konteks religi. Namun, dalam akhir abad 19 terjadi dua gerakan di bidang kebudayaan dan ideologi. Kombinasi dua gerakan ini yang kemudian mendorong meluasnya dan sekularisasi fungsi bimbingan. Hal ini tidak lepas dari terjadinya industrialisasi yang melahirkan berbagai perubahan sosial dan kebutuhan, seperti perubahan dalam hubungan kekeluargaan, munculnya pekerjaan baru dan perlunya pelatihan-pelatihan, kebutuhan untuk memahami adat istiadat dan keterampilan baru bagi kaum pendatang, dsb. Kondisi di atas, kemudian berpengaruh terhadap perkembangan bimbingan. Frank Parsons dengan gerakan bimbingannya di USA, yang dalam bukunya Choosing a vocation, ia menekankan bahwa ditinjau dari perspektif bimbingan, terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih pekerjaan, yaitu : (1) pahami dengan jelas diri anda sendiri, bakat, kemampuan, minat, ambisi, sumber-sumber, dan keterbatasan, serta penyebabnya (2) pengetahuan yang diperlukan dan kondisi sukses, keuntungan dan kerugiannya dan ketidakcukupan, kompensasi, kesempatan, dan prospek dalam pekerjaan yang berbeda, dan (3) gunakan alasan yang benar dalam menghubungankan dua kelompok faktor tersebut. Pandangan Parson tersebut di bidang bimbingan tersebut semakin kokoh dengan lahirnya dua tradisi, yaitu tradisi psikometrik sebagai pengukuran ilmiah terhadap kemampuan individu, seperti tes inteligensi dari Binet dan koleganya, serta tradisi bimbingan vokasional, yang awalnya menekankan kepada pendidikan vokasional, terutama melalui informasi vokasional dan nasehat. Sejak ditekankannya penilaian individu dan dieseminasi informasi vokasional oleh Parson di atas, menjadikan orang-orang mudah memahami mengapa orang menerima konseling sebagai suatu yang lebih bersifat direktif, testing oriented, dan informasi yang diberikan. Secara historis, karena waktu itu tes psikologis masing kurang dan kurangnya minat dalam hal tersebut, sehingga lebih banyak menekankan kepada infromasi pekrerjaan dari pada penilaian individual, dan sejak tahun 1930-an kaum psikolog, masuk kembali dalam lapangan tersebut dan menerapkan prosedur-prosedur ilmiah dan klinikal, yang dikenal dengan reformulasi psikologis dari bimbingan.
Menyembuhkan (Healing), Dalam psikologi konseling, perspektif modern tentang penyembuhan berakar dalam beberapa tradisi sejarah yang mendasari psikoterapi dinamik, khususnya tradisi spiritual dan ilmiah. Dalam tradisi spiritual, penderitaan manusia disebabkan oleh kerasukan secara spiritual, sehingga bentuk-bentuk treatmennya dilakukan dengan meminjam dari masyarakat primitif, diantaranya adalah melalui : (1) exorcism atau pengusiran roh jahat, dan (2) pengobatan jiwa yang dilakukan melalui pengakuan dosa sebagaimana tradisi dalam komunitas protestan, suatu pertanda penting lain dari psikoterapi dinamik. Dalam tradisi ilmiah ditandai dengan digunakannya metode hipnotisme sebagai metode penyembuhan, sedangkan dalam psikoterapi dinamik yang diawali dengan praktek-praktek penyembuhan terhadap pasien neruroses, yaitu penderita histeria dan neurathenia yang dipelopori oleh Freud, yang dalam konteks konseling kemudian diadaptasi dalam bentuk psikoterapi singkat (brief psychoterapy) dan konseling psikoanalitik. Walaupun penggunaaan psikodinamik dan psikoanalisis dapat dipertukarkan, tetapi keduanya berbeda. Secara konseptual, psikodinamik menrujuk kepada beberapa pendekatan psikologis yang berusaha untuk menjelaskan perilaku (motif) dan dorongan-dorongan (drives), sedangkan psikoanalisis hanya satu dari sistem tersebut. Ajaran psikoanalisis Freud tidak lepas dari pengaruh Breuer dalam menangani penderita histeria melalui hipnosis, dengan membuat pasien mengalami kembali ingatan dan perasaan sakit dalam alam ketidaksadarannya.Dalam teorinya, Freud menggambarkan bahwa represi berhubungan dengan alam ketidaksadaran, sesuai pandangannya tentang topografi (alam ketidaksadaran, pra-sadar, dan kesadaran). Ketika ia bicara tentang relasi antara dorongan-dorongan dunia dalam, ia memasukkan dorongan-dorongan pemeliharaan diri (self preservation), sex (eros), agresi (thanatos), dan lingkungan eksternal. Freud juga membedakan kehidupan mental dalam ego, super ego, dan id dan ketika ia membicarakan tentang regulasi kekuatan fisik, ia menjelaskannya melalui prinsip kepuasan/ketidakpuasan. Ketika ia bicara tentang perbedaan fungsi mental, ia mengunakan istilah proses primer dan sekunder. Ketika bicara tentang perkembangan ia menjelaskan melalui makna psikoseksual pada awal kehidupan dan proses sosialisasi. Ketika ia bicara tentang seksualitas, ia menngunakan konsep teori libidoerotogenetik, dan ketika bicara tentang neurosis ia menjelaskannya melalui kecemasan dan mekanisme pertahanan diri, dan yang lainnya. dan daerah
Memfasilitasi (Facilitating), Memfasilitasi merupakan reaksi terhadap model-model dan praktek autoritarian dalam psikoterapi. Inti dari perspektif memfasilitasi adalah dipercayainya bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri. Dalam konteks yang positif ini, konselor mengandalkan kepada sumber-sumber klien tanpa menggangu (intervensi) terhadap pengalaman-pengalaman klien. Memfasilitasi lebih bermakna sebagai membolehkan, menyemangati atau mendorong, dan memberdayakan klien dalam aktivitas-aktivitas yang diprakarsai oleh dirinya sendiri. Penggunaan istilah nondirektif dan berpusat kepada klien untuk menjelaskan refleksi perspektif memfasilitasi merupakan upaya untuk menolak konotasi pengarahan langsung oleh terapis dan pasien sebagai orang yang sakit. Sebagai suatu perspektif, memfasilitasi selalu dicirikan dengan adanya pendekatan yang berpusat kepada klien. Terdapat beberapa sumber untuk mejelaskan perspektif memfasilitasi, paling tidak menurut versi Rogerian. Pandangan Roger tidak lepas dari kehidupan pribadinya yang tumbuh dari lingkungan keluarga protestan yang taat, dalam seminari, serta pengaruh budaya dasar Amerika, yaitu optimistik, pragmatis, dan individualisme. Pada awalnya Roger mengikuti pelatihan dalam psikologi klinis melalui pendekatan tradisional, namun ketidakpuasannya telah mendorong untuk bereksperimen dengan kliennya dan mengembangkan cara-cara baru dalam relasi terapeutik. Pengalaman-pengalaman barunya tersebut kemudian dikristalisasikan dan dinyatakan dalam pendekatan nondirektif, yang banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dalam studinya tentang pribadi-pribadi kreatif yang menekankan kepada kapasitas konstruktif pada individu. Dalam terapi, relasi interpersonal berarti mengarahkan klien agar mampu menolong dirinya sendiri (self help). Terapis tidak dapat mengambil tanggung jawab untuk merubah, karena inti masalahnya terletak pada kekuatan individu dalam mengarahkan dirinya sendiri. Karena itu, terapeutik lebih menekankan kepada relationship dari pada teknik.
Memodifikasi (Modifying), Perspektif memodifikasi sering dikenal dengan modifikasi perilaku, suatu pendekatan yang berkenaan dengan mengubah organisme yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Pendekatan ini menggambarkan suatu tujuan umum terhadap beberapa perspektif bantuan lain, termasuk beberapa metode perubahan perilaku yang berdasarkan pada prinsip dan prosedur yang berbeda, seperti pengkondisian klasik (Wolpe, 1958), pengkondisian operan (Skinner, 1953), belajar sosial (Bandura, 1971), prinsip-prinsip belajar yang luas (broad principles of learning) (Ullman dan Krasner, 1975), serta pendekatan klinis dari terapi tingkah laku (Lazarus, 1958. Aplikasi klinis perspektif memodifikasi tidak lepas dari hasil-hasil penelitian yang dikembangkan oleh Pavlov, Skinner, John Watson, dan Thorndike. Transisi dari penelitian laboratorium ke aplikasi klinis dimulai dengan eksperimen terhadap penderita neurosis melalui pengkondisian (conditioning) dan tanpa pengkondisian (disconditioning) reaksi-reaksi emosional, serta pengembangan prosedur pengkondisian operan dalam setting klinis dan pendiidikan. Sedangkan aplikasi pengkondisian klasik, aplikasinya didasarkan oleh hasil studi klasik Watson dan Rayner (1920) yang menyarankan bahwa penggunaan prinsip-prinsip belajar melalui pengkondisian dapat diperhitungkan pada perilaku takut manusia. Saran ini dibuat berdasar hasil penelitian tentang pengkondisian belajar yang dilakukan oleh Albert terhadap tikus. Adapun aplikasi pengkondisian operan dalam bidang klinis, dipelopori oleh Skinner dan Lindsley (1953) yang meluaskan penggunaan pengkondisian operan terhadap pasien-pasien psikotik melalui studi laboratori. Dalam perkembangan berikutnya, aplikasi tersebut banyak diikuti oleh peneliti-peneliti lain, sehingga pada akhirnya menjadikan pengkondisian tersebut sebagai paradigma utama. Sedangkan paradigma yang kedua adalah toeri belajar sosial atau modeling dari Bandura, yang sekalipun merupakan proses pengkondisian tetapi perolehannya lebih sebagai proses kognitif dari pada melalui penguatan. Aplikasi toeri belajar sosial dalam bidang klinis diawali oleh Jones (1924) melalui penelitian terhadap anak-anak yang mengalami ketakutan terhadap beberapa situasi dan obyek tertentu, yang kemudian dilanjutkan dengan bebepara penelitian dengan meluaskan kepada penderita kecemasan. Sedangkan aplikasi pendekatan tingkah laku dalam psikologi konseling, pertama kali diajukan oleh Krumboltz (1965) terhadap hasil-hasil penelitiannya yang dipublikasikan melalui berbagai artikel maupun konferensi, yang kemudian secara luas diikuti oleh peneliti lain dan hasilnya dimuat dalam berbagai jurnal. Saat ini, konseling behavioral sendiri telah dipandang sebagai perspektif utama dalam konseling, dan umumnya berhimpun dalam suatu asosiasi khusus.
Merestrukturisasi (Restructuring), Pemunculan kembali teori kognitif, tidak lepas dari perkembangan pendapat dan teori-teori dalam konteks sosial, dimana minat-minat baru dalam kognisi muncul kembali seiring dengan perkembangan teknologi komputer serta perkembangan psikometrik di luar jalur psikologi eksperimental. Akhirnya, reaksi terhadap behaviorisme dan psikologi humanistik, lebih menekankan kepada nilai-nilai kemanusiaan dan diperkaya dengan model-model keberfungsian manusia dengan fokus internal, dengan penekanan kepada tujuan dan makna pribadi. Dalam kaitan dengan psikologi terapeutik, terutama dalam psikologi klinis dan psikiatri, pendekatan kognitif telah dipelopori oleh Kelly (1955) dan Rotter (1954/1973/1980), dan Beck (1974/1976), sedangkan ahli yang paling berpengaruh terhadap psikologi kognitif yaitu Albert Ellis, dengan fokus kepada peran pikiran irasional terhadap penderitaan emotional sebagai fokus dalam terapi restrukturisasi kognitif. Sementara itu terapi yang berpusat kepada klien dan strategi modifikasi perilaku, juga telah melakukan pengukuran kembali menurut pendekatan informasi, sedangkan dalam bidang strategi perubahan perilaku, aplikasi klinis telah berdasarkan kepada atribusi, kontrol diri, problem solving, dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan behaviorisme, teori kognitif telah dipahami sebagai suatu metodologi yang memiliki kekuatan penuh dalam mengubah perilaku, sehingga masing-masing telah berpadu dalam perspektif restrukturisasi, dengan penekanan kepada pengaruh timbal balik antara proses kognitif dengan variabel-variabel lingkungan. Dengan demikian, pendekatan kepada pemahaman manusia adalah konstruktif, dimana seseorang secara aktif mengkontruksi pengalaman-pengalaman mereka.
Pengembangan (Developing), Salah satu karakteristik yang membedakan psikologi konseling dengan profesi klinis yang lain adalah kepeduliannya terhadap perkembangan manusia, khususnya berkenaan dengan karir. Sementara itu beberapa perspektif model bantuan modern lebih menekankan kepada tindakan saat ini dan di sini. Tetapi bagaimana menguji perilaku yang berbeda dari satu waktu ke waktu lainnya, yang berlangsung sepanjang waktu sebagai hasil interaksi antara faktor internal (pribadi) dengan faktor eksternal (lingkungan), serta perubahan struktural yang terjadi. Dalam perspektif perkembangan diasumsikan bahwa individu akan tumbuh efektif melalui interaksi yang sehat antara pertumbuhan diri dengan lingkungan. Interaksi ini berbeda dalam tipe, kecepatan, dan arah perkembangannya, tergantung kepada fungsi. Dalam konseling, tiga pendekatan terhadap perkembangan telah digunakan, yaitu rentang hidup (Buehler, 1933), identitas ego (Erikson (1950/1963), dan perkembangan kognitif (Harvey, Hunt, dan Schoder, 1961, dan banyak lagi). Pendekatan rentang hidup telah digunakan dalam teori perkembangan karir, sedang dua pendekatan terakhir telah digunakan baik dalam perkembangan karir, supervisi, dan perkembangan siswa. Model perkembangan kognitif telah dipahami secara kolektif sebagai suatu cognitive developmentalism, suatu pendekatan yang tidak hanya menggunakan teori tunggal tetapi memasukkan beberapa model perkembangan, guna memberikan penjelasan tentang perkembangan kepribadian dan tahapan perkembangan. Pendekatan tahapan perkembangan menyatakan tentang urutan perkembangan, yang dijelaskan berdasar atas perbedaan-perbedaan secara kualitatif dari aktivitas kognitif. Masing-masing tahap menempel, tergabung, dan menjelma dalam tahapan sebelumnya dan bersiap-siap untuk satu tahapan berikutnya, dalam suatu organisasi hirarkhis. Secara umum, tahapan kognitif yang lebih tinggi ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat deferensiasi dan kompleksitas serta penurunan tingkat egosentrisitas dan dalam kategori berpikir. Melalui perkembangan kognitif, konseling perkembangan telah memperoleh model-model dalam proses perkembangan berpikir dan pengaruhnya terhadap aspek kepribadian, sehingga dapat digunakan konselor untuk menghubungkan antara status perkembangan klien terhadap proses konseling. Hunt (1971) dalam model kecocokan tingkat konseptual, menjelaskan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara pribdai dan lingkungan dan variabel pribadi merupakan refleksi dari perkembangan kompelskitas kognitif dan hubungan interpersonal. Sedangkan meningkatnya tahapan perkembangan ditandai dengan meningkatnya hubungan interpersonal dan kefektivannya dalam pemrosesan informasi. Kecocokan bagi perkembangan adalah penemuan lingkungan yang tepat guna maju ke tahapan perkembnagan berikutnya. Sedangkan sumber utama yang menjelaskan isi perkembangan adalah Erikson tentang identitas ego sebagai tahapan umum tentang perkembangan kepribadian, dimana setiap tahapan merepresentasikan kematangan perkembangan (yang berkenaan dengan kompetensi, kesadaraan emosional, otonomi, identitas teoritikal, toleransi, ketekunan, dan integritas). Dengan demikian dalam menemukan kecocokan, tema-tema ini dapat digunakan dalam menstrukturkan proses konseling. Dalam setiap perkembangan seseorang juga dihadapkan pada krisis, dan untuk dapat maju dalam pola-pola yang adaptif seseorang harus mengatasi krisis tersebut secara adekuat.
Mempengaruhi (Influencing), Proses interaksional seseorang (konselor) dalam upaya merubah tindakan, sikap, dan perasaan orang lain (konseli) dapat diidentifikasi sebagai pengaruh sosial. Pengaruh sosial dalam konseling bukan berarti bahwa konselor membatasi klien pada perilaku yang tidak muncul sebelumnya, tetapi lebih kepada menawarkan kontrol baru yang dipandang lebih efektif dalam rangka mengatur perilaku klien yang jelek di masa lalu. Karena itu pertanyaannya lebih kepada oleh siapa, dengan metode apa, dan apa tujuannya. Pengaruh sosial juga bukan tidak membatasi pada orientasi khusus, tetapi lebih sebagai kerangka konseptual yang mungkin dapat diperhitungkan untuk menjamin efektifitas keragaman metode konseling dalam berbagai perspektif teoritik, dengan fokus kepada penonjolan interakasi manusia yang berkontribusi terhadap pengaruh sosial (bagaimana merubah) daripada apa yang dikatakan terapis (apa yang berubah). Perkembangan perspektif pengaruh sosial dapat ditelusuri melalui beberapa tradisi, seperti : (1) tradisi Lewinian, yang memfokuskan kepada saling keterkaitan antara seseorang dengan lingkungan yang telah disebarluaskan oleh murid-murid Kurt Lewin, termasuk Festinger (disonan kognitif), Cartwright (kekuatan sosial), Kelly, Thibaut dan Schacter (atribusi), dan Beck (daya tarik/atraksi). (2) Tradisi Riset sikap yang dilakukan oleh Carl Hovland dan kelompoknya di universitas Yale, yang kebanyakan memfokuskan diri kepada komunikasi persuasif dan variabel-variabel yang berpengaruh (misal : sumber, pesan, penerima, dan saluran) dan konsekuensinya terhadap perubahan sikap. Termasuk didalamnya latar belakang psikologi sosial yang berasal dari Elliot Aronson dan Karl Weick, yang kembali menengaskan tentang pandangan tentang proses-proses yang mempengaruhi dalam konseling dan kaitannya dengan riset-riset eksperimental dalam setting konseling.
Mengkomunikasikan (Communicating), Komunikasi ditunjukkan dengan adanya keterlibatan dalam seluruh perspektif. Dalam konseling dan psikoterapi tradisional, mengkomunikasikan dipahami sebagai mengklarifikasi, membuat nyata, membantu klien memahami masalahnya. Dalam terapi keluarga, komunikasi dipandang dalam konteks yang lebih luas. Komunikasi bukanlah sesuatu yang linier, dari konselor kepada klien, tetapi sebagai suatu sirkuler, yaitu diantara beberapa orang yang ada (keluarga dan konselor). Pandangan ini muncul sebagai perubahan dari kepribadian individu kepada konteks individu, dan dari konteks komunikasi kepada komunikasi tentang komunikasi (metakomunikasi). Dengan demikian, perspektif komunikasi muncul dari gerakan terapi keluarga, dan lebih berbeda dengan pendekatan-pendekatan lain dalam konseling, terutama dalam melihat perilaku, sebagaimana dijelaskan dalam riset-riset dalam relasi interpersonal dalam kelompok yang berlangsung secara terus menerus, dan sekaligus merepresentasikan adanya perubahan atau transisi dari psikologi dan psikiatri kepada ilmu pengetahuan sosial. Terapi keluarga dimulai pada awal tahun 1950-an, ketika kelompok Palo Alto (Bateson, dkk.) dengan teori komunikasi-keluarga memberikan suatu gambaran yang luas dan cemerlang tentang sejarah dan dasar-dasar konseptual tentang terapi keluarga. Dalam asumsinya, seluruh perilaku manusia dipandang sebagai komunikasi, dan kehidupan manusia dilihat sebagai suatu sistem dan bagian dari sistem yang lebih luas. Dalam teorinya ia juga mengajukan suatu pemahaman tentang komunikasi paradoksial sebagai komunikasi pada tingkat logika yang berbeda atau logika model. Dijelaskan bahwa terdapat perbedaan antara pernyataan paradoksial (saya bohong) dan kualifikasi isi atau meta komunikasi (saya harap anda percaya dengan apa yang saya katakan). Ketika meta pernyataan dibuat dengan jelas, paradox ditransformasikan kedalam kontradiksi diantara tingkatan-tingkatan logika.
Mengorganisasikan (Organizing), Mengorganisasikan yaitu menyusun, merestrukturisasi, efeisiensi atau befungsinya bagian-bagian yang berhubungan. Dalam perspektif tradisional, individualisme dan otonomi adalah kerangka kerja dalam proses konseling, karena itu dalam membantu klien adalah menguji tindakan, mengambil tangggungjawab, dan merubahnya sehingga dapat berubah. Namun, dalam masyarakat modern, bantuan memiliki perbedaan ideologi. Dalam pandangan organik, walaupun peduli dengan fungsi otonomi, tetapi hal tersebut hanya bagian dalam relasi dengan keseluruhan tubuh, atau dalam hubungan dengan lingkungan. Maksudnya bahwa dalam penyesuaian pribadi, dunia luar bukan merupakan realitas yang tidak dapat dirubah, tetapi dapat dirubah. Dengan demikian, konselor dapat membantu seseorang dengan merubah keluarga, kelompok, dan komunitas. Secara historis kesehatan mental telah menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan. Selama pertengahan abad 19 treatment moral sangat dominan. Namun, seiring dengan reformasi institusi sosial dari masyarakat agraris ke ekonomi industri yang terjadi pada awal abad 20, layanan treatment bergeser ke model dokter-pasien. Mulai tahun 1960-an, profesi kesehatan mental kembali mengambil tanggung jawab seiring dengan dengan penghargaan peran lingkungan dalam menangani masalah-masalah perilaku, yang ditandai dengan munculnya gerakan kesehatan mental, dimana para psikolog ditantang untuk : (1) lebih berperan dalam gerakan kesehatan menta, (2) menerima peran masyarakat dalam kerja klinikal mereka, (3) berurusan dengan masalah kesehatan, tidak hanya yang sakit, dan (4) berbicara tentang isu-isu publik dan melakukan intervensi dalam sistem sosial. Kepedulian terhadap lingkungan dan aktivitas mengorganisasikannya juga telah menjadi bagian dari sejarah konseling. Rockwell dan Rothney (1961) menegaskan bahwa gerakan bimbingan telah menjadi bagian dari gerakan reformasi sosial. Sementara itu Williamson (1939), Wrenn (1962), dan Shoben (1962) mengingatkan pentingnya konseling dalam sistem pendidikan dengan lebih bertanggung jawab terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa. Jurnal-jurnal tahun 1960 dan tahun 1970an telah banyak mengeksplorasi tentang isu-isu sosial dan budaya. Stewart dan Warnath (1965) telah menjelaskan tentang konselor sebagai mesin penggerak social (social engineer) Blockher (1966/1974) membahas tentang ekologi perkembangan manusia, serta banyak buku-buku yang membahas tentang konseling komunitas. Semua ini mencerminkan adanya pergerakan bahwa konseling tidak lagi dibatasi pada teori-teori intrapsikis dan praktek cara-cara individual.
(Hasil kompilasi dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar